salam Pictures, Images and Photos
bismillah Pictures, Images and Photos

Kejujuran

Banyak orang terjebak ke dalam pola hidup yang diwarnai oleh berbagai kedustaan atau kebohongan. Mereka menganggap bahwa kejujuran membawa mereka kepada kehancuran. Kebohongan merajalela dan kejujuran menjadi barang langka. Pada saat seperti inilah, ketika jujur menjadi barang langka umat Islam mestinya kembali menyemaikan jujur di dalam diri mereka masing-masing, sehingga mereka memiliki keunggulan kompetitif dibanding orang lain. Keunggulan kompetitif yang berupa sifat jujur akan menjadi daya tarik tersendiri di dalam berdakwah.

Dan siapakah yang lebih dzalim daripada orang yang mengada-adakan dusta
terhadap Alloh, sedang dia diajak kepada agama Islam? Dan Alloh tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim. (QS 61: 7)

Banyak orang terjebak ke dalam pola hidup yang diwarnai oleh berbagai kedustaan atau kebohongan. Mereka menganggap bahwa kejujuran membawa mereka kepada kehancuran. Kebohongan merajalela dan kejujuran menjadi barang langka. Pada saat seperti inilah, ketika jujur menjadi barang langka umat Islam mestinya kembali menyemaikan jujur di dalam diri mereka masing-masing, sehingga mereka memiliki keunggulan kompetitif dibanding orang lain. Keunggulan kompetitif yang berupa sifat jujur akan menjadi daya tarik tersendiri di dalam berdakwah.
Seorang penjual bensin eceran tertegun, terpesona terhadap pembelinya ketika pembeli mengembalikan kelebihan uang kembalian. Mestinya dia cukup memberikan uang kembalian Rp 10.000,- tetapi karena mengira uang yang diberikan kepadanya lima puluh ribuan maka dia memberikan uang kembalian Rp 40.000,- untuk dua liter bensin. Tetapi karena kejujurannya pemuda tadi spontan mengembalikan kelebihannya yang Rp 30.000,-. Dari wajah penjual bensin tercermin kekaguman dan rasa terima kasih yang dalam. Semua orang suka berurusan dengan orang jujur. Semua orang merasa aman berhadapan dengan orang jujur. Semua orang lebih suka mempercayakan amanat kepada orang jujur. Secara fitri tidak ada orang yang suka dibohongi. Tidak ada orang yang suka memberikan kepercayaan kepada orang yang suka bohong. Semua orang khawatir berurusan dengan orang bohong. Maka mengapa banyak orang bohong dan sedikit sekali orang yang jujur?
Rasulullah saw berpesan bahwa wajib atas kamu jujur, karena jujur membawa kepada kebaikan dan kebaikan akan membawa ke sorga. Sudah tiba saatnya, sekarang untuk kembali menumbuhkan sifat-sifat mulia yang ditanamkan Alloh di dalam hati manusia, termasuk jujur. Orang yang jujur akan dicintai teman dan disegani lawan. Orang yang jujur akan dipercaya atasan dan dihormati bawahan. Hanya orang jujurlah yang dapat memegang amanat dengan baik. Karena kejujurannya dia akan menunaikan amanat sebaik-baiknya. Dia tidak akan berkhianat, karena khianat sama dengan tidak jujur kepada diri sendiri, pemberi amanat, dan Tuhan. Berbekal jujur, orang akan lebih mudah untuk menumbuhkan sifat-sifat mulia yang lain. Maka hampir dapat dipastikan bahwa terminal akhir bagi orang yang jujur adalah keberhasilan. Orang yang hidupnya dihiasi dengan kejujuran karena Alloh, maka Alloh akan menunjuki dan membimbingnya menuju sorga.
Memang orang yang jujur akan menghadapi resiko berupa cacian, kebencian, fitnah dan permusuhan dari orang di sekitarnya. Tapi yakinlah orang yang membenci orang yang jujur itu berarti orang yang buruk akhlaknya. Asal dia terus konsisten dan konsekuen dengan kejujurannya sudah pasti Allah swt akan mendatangkan kemenangan baginya. Yang perlu dijaga adalah jangan sampai kita bergeser sedikitpun dari sifat jujur ini, karena sifat ini yang akan mendatangkan kemujuran, bukan kehancuran.
Mari kita mulai menumbuhkan jujur ini dari diri kita sendiri, bersikap jujur kepada diri kita sendiri. Kalau kita sudah berikrar sebagai orang Islam mari kita jujur kepada keislaman yang sudah kita yakini di dalam hati. Kita tunaikan kewajiban kita sebagai orang Islam sebaik-baiknya dan minta hak kita di hadapan Allah nanti. Jujur saja, sebagai orang Islam kita tidak suka dibohongi, maka mari kita tidak berbohong kepada siapapun. Jujur saja, sebagai juragan kita tidak suka melihat pegawai kita malas, maka mari kita tidak malas dalam situasi dan kondisi apapun. Jujur saja, kita tidak suka melihat orang menggunjing, maka mari kita tidak menggunjing.
Lalu kita kembangkan untuk jujur kepada Alloh. Kalau Alloh memerintahkan kita untuk menegakkan sholat, maka mari kita tegakkan sholat dalam situasi dan kondisi apapun. Kita tegakkan sholat ketika kita kuliah. Kita tegakkan sholat ketika kita bekerja. Kita tegakkan sholat ketika kita berdagang. Kita hiasi seluruh aktivitas kita dengan sholat kita. Kita hadirkan Alloh yang kita sembah dalam sholat kita dalam seluruh desah nafas kita. Di sisi lain kalau Alloh tidak suka melihat kita berbuat bid'ah, maka mari kita fahami apa yang namanya bid'ah itu, lalu kita hindari bid'ah dalam ibadah termasuk dalam sholat selama-lamanya. Jujur kita kepada Alloh akan mengundang kasih sayang-Nya kepada kita semua.
Berikutnya jujur kepada keluarga, jujur kepada karib kerabat, teman dan sahabat dan jujur kepada semua orang yang kita kenal maupun yang tidak kita kenal. Kepada orang kafirpun sudah selayaknya kalau kita berlaku jujur. Alangkah indahnya bila bangsa ini dapat melakukan pertaubatan nasional untuk berhenti dari kebohongan dan memasyarakatkan kejujuran. Politikus bohong, bertaubat. Birokrat bohong bertaubat. Anggota Dewan bohong bertaubat. Ekonom bohong bertaubat. Koruptor, manipulator, semua yang kotor-kotor bertaubat. Karena taubat, lalu memilih jujur dari pada bohong, maka hati mereka menjadi bersih. Atas nama jujur karena Alloh mereka berhenti dari bohong, berhenti dari malas, dan segala perilaku yang kontra produktif. Maka efisiensi di segala lini akan meningkat. Sehingga dalam waktu yang relatif singkat bangsa ini insya Alloh akan meraih kemajuan dengan pesat. Nunggu apalagi? Mari segera mulai, mulai sekarang dan mulai dari diri kita sendiri. Kita serukan kepada semua orang bahwa ORANG JUJUR INSYA ALLOH AKAN MUJUR.
Baca Selengkapnya..

Godaan Harta

Bertakwa kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan senantiasa memohon rahmat serta pertolongan-Nya. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, manusia tentu tidak akan mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena manusia pada asalnya adalah makhluk yang lemah. Saat dilahirkan, dia dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa serta tidak bisa memberikan manfaat bagi dirinya. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada hamba-hamba-Nya berbagai kenikmatan dan kemudahan untuk mendapatkan rezeki yang banyak dan beraneka ragam. Oleh karena itu, kewajiban kita adalah mensyukuri pemberian-pemberian tersebut dengan menjalankan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Ketahuilah, bahwa pemberian-pemberian Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang berupa makanan, harta benda, anak, dan semisalnya merupakan ujian bagi manusia. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Dan ketahuilah bahwa harta-harta kalian dan anak-anak kalian itu tidak lain hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Alloh-lah pahala yang besar.” (Al-Anfal: 28)
Disamping itu, Nabi Shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةٌ وَفِتْنَةُ أُمَّتِيْ الْمَالُ
“Sesungguhnya pada setiap umat ada fitnah dan fitnah umat-Ku adalah harta.” (HR. At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani)
Godaan harta ini akan datang dari berbagai sisi. Di antaranya adalah dari cara mencarinya. Dari sisi ini, sebenarnya Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah mensyariatkan berbagai cara dalam mendapatkan harta, yang semuanya dibangun di atas keadilan dan jauh dari perbuatan zalim, jahat, atau menyakiti orang lain. Maka orang-orang yang bertakwa kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala tentu akan senantiasa memerhatikan batasan-batasan syariat dalam mendapatkannya. Jauh dari unsur riba, judi, dan bentuk-bentuk kezaliman lainnya, yang semuanya termasuk dalam bentuk memakan harta orang lain dengan cara yang batil. Mereka mengetahui bahwa hal ini dilarang oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala, di antaranya dalam firman-Nya:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang dilakukan dengan suka sama suka di antara kalian.” (An-Nisa’: 29)
Dengan sebab perhatian terhadap batas dan aturan-aturan Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam mencarinya, maka harta yang diperoleh pun menjadi barakah. Harta yang diperolehnya akan menjadi sebab kebaikan bagi yang memilikinya, baik saat diinfakkan, disedekahkan maupun di saat hartanya nanti menjadi warisan bagi ahli warisnya. Sehingga hartanya menjadi kebaikan bagi dirinya di dunia dan akhirat. Sedangkan orang-orang yang tidak bertakwa, mereka tidaklah memedulikan halal atau tidaknya mata pencaharian mereka. Yang halal bagi mereka adalah segala cara yang bisa mereka lakukan, meskipun di dalamnya ada unsur penipuan, riba, judi maupun menzalimi orang lain. Sehingga hartanya pun tidak barakah dan tidak ada manfaatnya. Apabila dimakan atau diinfakkan maka dia telah memakan atau menafkahi dengan harta yang haram. Apabila disedekahkan tidak akan diterima oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Apabila meninggal dunia, maka hartanya akan menjadi sebab masuknya dia ke dalam neraka. Nas’alullaha as-salamah (Mudah-mudahan Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan kita dari siksa neraka).
Godaan karena harta ini juga bisa datang dari sisi perhatian dan keinginan seseorang terhadapnya. Sehingga sebagian orang ada yang keinginannya terhadap harta membuat dirinya berambisi terhadapnya. Hal ini membuat kesibukannya hanyalah untuk mencari dunia. Dari saat memulai aktivitasnya setelah bangun tidur sampai dia kembali ke rumahnya untuk beristirahat, yang dipikirkannya hanyalah dunia. Di saat duduk, berdiri, maupun berjalan, yang di hatinya hanyalah mencari dunia. Bahkan saat tidurnya pun yang diimpikan adalah mencari dunia. Lebih dari itu, saat shalat pun pikirannya dipenuhi dengan dunia. Seakan-akan dirinya diciptakan untuk sekadar mencari dunia. Padahal dengan perhatian dan keinginan yang berlebihan hingga melalaikan akhirat seperti itu, seseorang tidak akan mendapatkan rezeki kecuali yang telah Alloh Subhanahu wa Ta’ala tetapkan untuk dirinya. Maka orang yang demikian keadaannya, tentunya adalah orang yang tertipu serta terjatuh pada godaan dunia. Sehingga dia memusatkan seluruh pikiran dan kesibukannya untuk dunia. Dia menjadikan dunia bersemayam di hatinya sehingga melalaikan dia dari beribadah kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
Godaan harta juga akan muncul dari sisi penggunaannya. Dari sisi ini, kita dapatkan sebagian orang yang berharta memiliki sifat pelit sehingga tidak mau mengeluarkan zakatnya, tidak mau menjalankan kewajiban berinfak kepada kerabatnya yang wajib untuk dibantu, dan yang semisalnya. Sedangkan sebagian yang lainnya atau pada sisi lainnya, justru mengeluarkan hartanya tanpa ada perhitungan serta dihambur-hamburkan sia-sia. Padahal Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan di dalam firman Alloh yang artinya :“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat haknya (mereka), (begitu pula) kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) sia-sia. Sesungguhnya orang-orang yang menghambur-hamburkan hartanya sia-sia adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya.” (Al-Isra’: 26-27)
Berkaitan dengan ayat ini, sebagaimana dinukilkan oleh Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu dalam tafsirnya, sahabat Abdullah ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Menghambur-hamburkan harta adalah mengeluarkannya tidak pada tempatnya.”
Al-Imam Mujahid rahimahullahu berkata:
لَوْ أَنْفَقَ إِنْسَانٌ مَالَهُ كُلَّهُ فِي الْحَقِّ لَمْ يَكُنْ مُبَذِّرًا وَلَوْ أَنْفَقَ مُدًّا فِيْ غَيْرِ حَقِّهِ كَانَ تَبْذِيْرًا
“Seandainya seseorang mengeluarkan seluruh hartanya pada tempat yang benar, maka dia bukanlah seorang yang menghambur-hamburkan harta. Namun seandainya seseorang mengeluarkan satu mud/cakupan tangan (dari hartanya) untuk sesuatu yang tidak pada tempatnya, maka dia telah menghambur-hamburkan hartanya dengan sia-sia.”
Oleh karena itu, siapa pun di antara kita harus hati-hati dan senantiasa takut terkena godaan harta ini. Betapa banyak orang yang lebih berilmu dari kita telah terjatuh pada penyimpangan-penyimpangan karena godaan ini. Bahkan ada pula orang yang dahulunya istiqamah membela As-Sunnah dan melawan kebatilan serta bid’ah, namun kala tergoda dengan harta, kemudian terjatuh pada penyimpangan-penyimpangan. Hal itu di antaranya disebabkan oleh ketidakhati-hatian serta perasaan aman dari bahaya godaan harta. Padahal harta secara umum akan menarik pemiliknya untuk memenuhi keinginan-keinginan syahwatnya. Maka akibat adanya kemampuan untuk memenuhi keinginannya, seseorang akan terseret untuk hidup bermewah-mewah yang kemudian membuat dirinya sombong dan angkuh, serta akhirnya membuat dirinya tidak peduli dengan kemaksiatan-kemaksiatan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu, kita harus senantiasa memohon pertolongan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan berupaya untuk senantiasa takut dari bahaya fitnah yang ada di hadapan kita. Sikap hati-hati dan rasa takut ini, insya Allah akan menjadi sebab yang mendorong seseorang untuk berusaha mencari jalan keluar dari fitnah yang ada di hadapannya. Dengan sebab itu, dia pun akan senantiasa mengharapkan datangnya pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Adapun orang-orang yang lalai dari mengingat Alloh Subhanahu wa Ta’ala serta merasa aman dari ancaman dan bahaya godaan, sangat besar kemungkinannya untuk terjatuh dan terbawa oleh godaan sehingga semakin jauh dari petunjuk Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ، وَتُوْبُوْا إِلَيْهِ يَتُبْ عَلَيْكُمْ؛ إِنَّهُ كَانَ تَوّاَباً
Bahwa dunia yang kita sekarang berada di dalamnya adalah tempat ujian. Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan ujian kepada hamba-hamba-Nya dengan berbagai kebaikan dan juga kejelekan, sehingga menjadi nampak serta terbedakanlah antara yang beriman dengan yang tidak beriman. Maka akan terus ada di muka bumi ini pertentangan dan perseteruan antara yang haq dengan yang batil, sejak diturunkan Nabi Adam ‘alaihissalam ke bumi, hingga waktu yang telah ditetapkan dan dikehendaki oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Kebatilan akan terus dibawa oleh setan dan bala tentaranya baik dari kalangan jin maupun manusia, serta terus akan ditawarkan dengan berbagai cara dan upaya. Kebatilan akan ditampilkan oleh mereka seakan-akan sebagai sesuatu yang indah. Sedangkan kebenaran akan ditampilkan seakan-akan sebagai sesuatu yang tidak bernilai. Maka akan tertipulah orang-orang tidak mau mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan lalai akan kehidupan yang selamanya di akhirat kelak. Adapun kebenaran, yaitu petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah diturunkan melalui Rasul-Nya, maka akan terus dibawa oleh para ulama. Sehingga akan selamatlah orang-orang yang mendapat hidayah Alloh Subhanahu wa Ta’ala karena mengikuti jejak para ulama dalam menempuh kebenaran yang datang dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala melalui Rasul-Nya.
Setiap orang yang mengetahui dirinya dalam bahaya tentunya akan berusaha mencari jalan keluar dari bahaya tersebut. Maka ketahuilah, wahai kaum muslimin, yang semoga dirahmati Alloh Subhanahu wa Ta’ala, bahwa kita semuanya sedang dalam bahaya yang luar biasa besar dan sangat banyak ragamnya. Tidak ada yang bisa selamat kecuali yang mendapatkan pertolongan Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu, yang harus kita lakukan adalah berupaya untuk mendapatkan pertolongan-Nya. Upaya itu tidak lain adalah dengan mengikuti petunjuk Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang telah diturunkan melalui Rasul-Nya. Nabi Shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَقَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُ إِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ؛ كِتَابُ اللهِ
“Dan sungguh telah aku tinggalkan bagi kalian sesuatu yang kalian tidak akan tersesat setelahnya apabila kalian berpegang teguh dengannya, yaitu kitab Alloh.” (HR. Muslim)
Di dalam hadits tersebut, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa berpegang teguh dengan Al-Qur’an adalah jalan keselamatan. Kewajiban berpegang teguh dengan Al-Qur’an berarti pula kewajiban berpegang teguh dengan Al-Hadits, karena di dalam Al-Qur’an juga ada kewajiban untuk menjalankan hadits. Dan sebaliknya, dengan berpaling dari keduanya maka seseorang akan tersesat dan tidak akan selamat dari berbagai fitnah yang akan dihadapinya. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya ;
Alloh berfirman (kepada Adam dan Hawa): “Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Sehingga jika datang kepadamu petunjuk-Ku, maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan membangkitkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” Berkatalah ia: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Alloh berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, namun kamu melupakannya, maka begitu pula pada hari ini kamu pun dilupakan.” (Thaha: 123-126)
Maka seseorang yang ingin selamat dari godaan, dia harus berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Yaitu hendaknya dia senantiasa bersemangat dalam membaca dan mempelajarinya serta mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya. Dengan kembali dan berpegang teguh kepada keduanya, seseorang akan mengetahui bagaimana dia harus mencari harta dan bagaimana pula dia cara menginfakkannya. Dengan kembali kepada keduanya, seseorang akan tahu apa akibat dari pelanggaran terhadap batas-batas syariat Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan apa keutamaan orang yang senantiasa memerhatikan syariat dalam mendapatkan maupun menginfakkan hartanya. Mudah-mudahan Alloh Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberikan pertolongan-Nya dan memudahkan kita untuk senantiasa berada di atas syariat-Nya.

/4bby
Baca Selengkapnya..

Ridho

Seringkali kita mendengar anak-anak yang masih duduk di bangku TPA atau di TK, sebelum proses belajar mengajar dimulai, mereka melantunkan kalimat yang begitu indah, tak lain adalah,
رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا وَ بِالإسْلاَمِ دِيْنًا وَ بِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَ رَسُوْلا
"Aku ridho Alloh sebagai Tuhan, Aku ridho Islam sebagai agama dan Aku ridho Muhammad sebagai Nabi dan utusan (Alloh)”
Kalimat inilah yang dikatakan oleh Umar bin Khathab-sebagaimana dalam riwayat imam An-Nasa`i- ketika beliau kedapatan sedang membawa lembaran-lembaran kitab Taurat dan Rasulullah saw melihatnya maka beliau bersabda: ”Andaikan Musa hidup hari ini, maka tak ayal lagi dia akan mengikutiku” mendengar sabda Nabi ini Umar ra. langsung mengatakan kalimat diatas walau sebagaimana riwayat Nasa’i tidak menyebut kata ’rasuula’.
Ternyata dalam riwayat Abu Dawud ra. Rasululloh saw bersabda:
مَنْ قَالَ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالإِسْلامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولاً وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ
"Barangsiapa mengatakan ”Aku ridha Allah sebagai Tuhan, Aku ridho Islam sebagai agama dan Aku ridho Muhammad sebagai utusan (Alloh) maka dia akan mendapatkan syurga” (HR. Abu Dawud, Sunan abi Dawud bab Istighfar)
Tentunya bukan sekedar mengatakan kalimat tersebut tanpa mengetahui makna dan maksudnya, tentunya itu tidak hanya bahasa lisan yang terdengar, namun juga bahasa hati dan perbuatan yang mengejawentahkan makna tersebut dalam kehidupan sehari-hari.Dalam hadits yang lain Rasulullah saw menyatakan,
ذَاقَ طَعْمَ الإِيْمَانِ مَنْ رَضِيَ بِاللهِ رَبّاً، وَبِالإِسْلاَمِ دِيْناً، وَ بِمُحَمَّدٍ رَسُوْلاً
“Telah merasakan lezatnya keimanan; orang yang ridho Alloh sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai Rasul” (HR. Imam Muslim)
Seorang yang ridho dengan sesuatu maka ia tidak akan membencinya, akan mempersembahkan sesuatu kepadanya agar yang diridhainya juga ridho kepada dirinya, mentaati kebijakannya serta membela dan berusaha menjamin keselamatannya bahkan tentunya dia akan rela bersusah payah demi sesuatu yang diridhainya.
Oleh karena itu orang yang ridho Alloh swt sebagai Tuhan, maka ia akan berusaha meneguhkan cintanya kepada Alloh swt agar ia juga mendapatkan keridhoan dari-NYA. Hal ini akan dia lakukan dengan beberapa upaya demi mendapat keridhoan-Nya;
Pertama : Berusaha mengenal Alloh swt dengan baik, ma`rifatullah. Hal ini akan dia lakukan agar bisa mengantarkan dirinya kepada tauhid yang murni. Hal ini senafas dengan firman Alloh فَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاّ اللَّهُ ...”
Maka ilmuilah bahwa tiada tuhan (yang benar untuk disembah) kecuali Alloh” ( QS. Muhammad [ ] : 19).
Kedua : Berupaya mempersembahkan apa yang dimilikinya hanya kepada Alloh ta`ala; bahkan hidup dan matinya   قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لا شَرِيكَ لَهُ
”Katakanlah sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Alloh, Tuhan seru sekalian alan, tiada sekutu bagi-Nya”. (QS. Al-An`am [6 ] : 162-163)
Ketiga : Ia akan memaksimalkan dirinya untuk melakukan perintah dan menjauhi larangan-Nya, bahkan ia juga akan ridha dengan keputusan taqdir yang Dia tetapkan.
”Diantara kebahagiaan anak Adam adalah keridhaannya terhadap apa yang ditetapkan Alloh untuk dirinya. Diantara kesengsaraan anak adam adalah kebenciannya terhadap apa yang telah ditetapkan Allah untuk dirinya”. ( HR. Tirmidzi)
Seseorang yang ridha Islam sebagai agama, maka ia akan mengkaji dan mengajarkan serta medakwahkan agama ini, menjadikannya sebagai pedoman hidup. karena memang Alloh swt telah menyempurnakan dan meridhoi Islam sebagai agama sebagaimana firman-Nya:.... الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ...
”Pada Hari ini telah kusempurnakan untukmu agamamu dan telah kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah kuridhoi Islam sebagai agamamu. ” (QS. Al-Maidah [5] : 3)
Tentunya dia tidak hanya mengakuinya sebagai pedoman hidup, namun juga akan menjalankan dan mengamalkan ajaran serta syariatnya dengan penuh keikhlasan, sebagai bukti bahwa ia ridha terhadap agamanya, bahkan ia juga akan meyakini Islam sebagai satu-satunya pilihan yang dapat mengantarkan umat ini kepada kejayaannya sekaligus sebagai solusi atas permasalahan yang melanda umat manusia ini. Dalam hal ini Umar bin Khaththab pernah mengatakan :
”Kita adalah kaum yang dimuliakan Alloh dengan agama islam, barangsiapa mencari kemuliaan selain dari Islam maka ia akan dihinakan oleh Alloh”.
Allah swt berfirman : وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
"Barangsiapa mencari agama selain Islam maka sekali-kali tidaklah akan diterima, dan dia akherat dia termasuk orang-orang yang merugi”. ( QS. Ali Imran [3] : 85)
Adapun yang ridha Muhammad saw sebagai Rosul, maka ia akan mengkaji dengan baik sejarah kehidupan beliau karena dengan mengenal baik, akan lebih menumbuhkan kecintaan pada dirinya, menjadikanya sebagai tauladan dalam berbagai aspek kehidupannya, karena memang Muhammad saw adalah tauladan teragung bagi manusia;
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesunguhnya telah ada pada diri rasululah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat alloh dan(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Alloh”. (QS. Al-Ahzab [ ] : 21)
Setelah menjadikanya sebagai tauladan tentunya ia akan mengikuti dan menghidupkan sunahnya, hal ini karena memang seorang mukmin yang mencintai Allah swt dan tentunya cinta kepada Rosul-Nya akan terbukti cintanya jika ia mau mengikuti Rasululloh saw, sebagaimana firman Alloh swt berikut قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي
"Katakanlah wahai Muhammad, Jika kalian mencintai Alloh maka ikutilah aku…. (QS. Ali Imran : 31)
Kemudian ia akan membela kehormatan dan kemuliaannya, melanjutkan misinya; berdakwah menyeru manusia menuju kebenaran islam. Semua ini dilakukan sebagai bukti keridhaannya bahwa Muhammad sebagai rasol.
Demikianlah tiga keridhoan itu; ridho kepada Alloh, ridho kepada Rasululloh dan ridho kepada islam. Kalau ketiganya terbuktikan dengan kebenaran sikap maka akan melahirkan kelezatan iman. Namun jika selama ini nikmat dan kelezatan iman itu susah kita rasakan maka sebaiknya kita mencoba melihat kembali tingkat keridhaan diri kita kepada tiga landasan utama dalam aqidah islam ini serta pembuktian keridhoan itu dalam kehidupan sehari-hari.
Baca Selengkapnya..
Photobucket

Informasi Yayasan La Tansa Salaf Kirim Email :

Mutiara Hadist


Dari Zainab, isteri Abdullah r.a., katanya ketika dia berada dalam masjid, Nabi saw. bersabda: "Bersedekahlah, walaupun dengan pakaianmu!" Zainab biasa berbelanja untuk Abdullah (suaminya) dan untuk anak yatim yang dipeliharanya. Dia berkata kepada Abdullah, "Cubalah tanyakan kepada Rasulullah saw. Cukupkah apa yang saya belanjakan untuk Tuan dan anak yatim yang saya pelihara sebagai sedekah daripadaku?" Jawab Abdullah, " Engkau sendirilah yang bertanya kepada beliau." Lantas aku pergi kepada Rasulullah saw. Kebetulan di pintu saya bertemu dengan seorang wanita Ansar, yang maksudnya sama dengan aku. Sementara itu Bilal lalu di samping kami, lalu kata kami kepadanya, "Tolong tanyakan kepada Nabi saw.: Cukupkah apa yang saya belanjakan untuk suami dan anak yatim yang saya pelihara sebagai sedekah daripadaku? Kami pesankan pula kepadanya, supaya jangan dikhabarkan kepada Nabi saw. bahawa kami yang bertanya."Bilal terus masuk lalu menanyakan pesan Zainab itu kepada Nabi.Tanya beliau, "Siapa wanita yang berdua itu?" Jawab Bilal, "Zainab!" Tanya Nabi lagi, "Zainab yang mana'?" Jawab Bilal, "Zainab, isteri Abdullah. " Sabda Nabi saw., "Ya, cukup! Dia mendapat dua pahala, Yakni pahala kekeluargaan dan pahala sedekah." ( Hadist Sahih Bukhori )

Dari Abu Dzar r.a., katanya beberapa orang sahabat Nabi saw. pernah berkata kepada beliau, "Kaum hartawan dapat memperoleh pahala yang lebih banyak. Mereka solat seperti solat, puasa seperti kami puasa, dan bersedekah dengan sisa harta mereka." Jawab Nabi saw., "Bukankah Allah telah menjadikan berbagai macam cara untuk kamu bersedekah? Setiap kalimah tasbih adalah sedekah; setiap kalimah takbir adalah sedekah; setiap kalimah tahmid adalah sedekah; setiap kalimah tahlil adalah sedekah; amar ma'ruf dan nahyi munkar (mengajak kepada kebajikan dan melarang kepada yang mungkar) adalah sedekah; bahkan pada kemaluanmu pun terdapat pula unsur sedekah." Tanya mereka, "(Kalau begitu), dapat pahalakah kami bila kami memuaskan nafsu syahwat (sex) kami?" Jawab Rasulullah saw., "Kalau kamu melakukannya dengan yang haram, tentu kamu berdosa. Sebaliknya bila kamu lakukan dengan yang halal, kamu dapat pahala.
ans!!